Minggu, 22 Januari 2012

GIZI ANAK SEKOLAH DAN GIZI REMAJA

BAB I
BATASAN ATAU PENGERTIAN


1.     Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam  pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit (Beck, 2000: 1).
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai (Gibson, 1990). Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsir, 2001).

2.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
A.    Faktor External
Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain:
a.    Pendapatan
Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga, yang hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut (Santoso, 1999).
b.    Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua atau masyarakat untuk mewujudkan dengan status gizi yang baik (Suliha, 2001).
c.    Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang  menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Markum, 1991).
d.    Budaya
Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan (Soetjiningsih, 1998).
B.    Faktor Internal
Faktor Internal yang mempengaruhi status gizi antara lain :
a.    Usia
Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua dalam pemberian nutrisi anak balita (Nursalam, 2001).
b.    Kondisi Fisik
Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka yang buruk. Bayi dan anak-anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat (Suhardjo, et, all,  1986).
c.    Infeksi
Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan (Suhardjo, et, all,  1986).

BAB II
KLASIFIKASI ATAU PENGELOMPOKAN

1.    STATUS GIZI USIA ANAK SEKOLAH

a.    Perkembangan Fisik dan Sosial.
Kelompok anak usia 7-9 tahun sebagai anak sekolah. Anak usia sekolah berusaha mengembangkan kebebasan dan membentuk nilai-nilai pribadi. Kebutuhan gizi antar anak berbeda, hal ini dipengaruhi oleh ukuran dan komposisi tubuh, pola aktivitas dan kecepatan tumbuh.
Pertumbuhan cepat pada waktu bayi diikuti penurunan laju pertumbuhan pada anak pra sekolah dan anak usia sekolah. Rata-rata kenaikan berat badan di usia ini sekitar 1,8-2,7 kg setahun, sedangkan tinggi badan kurang lebih 7,6 cm setahun pada anak antara satu tahun sampai tujuh tahun, kemudian meningkat sebanyak 5,1 cm setahun hingga awal pertumbuhan cepat pada usia remaja.
Kelompok ini mempunyai laju pertumbuhan fisik yang lambat tetapi konsisten, terus menerus memperoleh pendewasaan dalam keterampilan motorik serta menunjukkan peningkatan yang berarti dalam keterampilan kognitif, sosial dan emosional. Kebiasaan makan yang terbentuk pada usia ini, serta jenis makanan yang disukai dan tidak disukai, merupakan dasar bagi pola konsumsi makanan dan asupan gizi  anak usia selanjutnya.
Anak usia sekolah mempunyai banyak akses ke uang, warung, penjaja makanan di lingkungan sekolah, toko swalayan yang menyebabkan terbukanya gerbang terhadap makanan yang nilai gizinya tidak jelas.
b.    Pola Makan
Makan pagi sangat penting agar anak lebih bisa konsentrasi dan tidak mengantuk waktu belajar. Namun banyak anak yang tidak mau makan pagi dengan berbagai alasan. Makan malam bersama keluarga memberi kesempatan kepada keluarga untuk berinteraksi dan bersosialisasi.
c.    Masalah gizi dan masalah kesehatan anak

1.    Gizi kurang, gizi buruk dan gizi lebih
Status gizi anak diukur berdasarkan umur(U), berat badan(BB), dan tinggi badan(TB). Prevalensi gizi buruk, gizi kurang , gizi baik dan gizi lebih yang didasarkan pada indikator berat badan menurut umur (BB/U).

Presentase Status Gizi anak didasarkan pada
 Indikator BB/U Tahun 2005, 2007, 2010
           
Status Gizi                Tahun
                   2005    2007    2010
Gizi lebih                   4,3       5,8
Gizi baik                   77,2      76
Gizi kurang    28        13        13
Gizi buruk     8,8       5,4       4,9
Sumber:
1.    Susenas 2005
2.    Depkes RI 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007
3.    Depkes RI 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010
Status gizi anak berdasarkan indikator TB/U menggambarkan status gizi yang bersifat kronis, merupakan akibat keadaan kurang gizi dalam waktu yang panjang. Indikator TB/U dinyatakan dalam tinggi badan normal, pendek dan sangat pendek. Anak yang termasuk katagori sangat pendek (stunting) pada tahun 2010 sebanyak 18,5% dan yang pendek 17,1%, bila keduanya digabungkan dan menjadi angka 35,6%, merupakan masalah nasional yang serius (Kempkes RI, 2010).
Indikator lain yang digunakan untuk menilai status gizi anak adalah BB/TB, digunakan untuk menyatakan kurus, sangat kurus dan gemuk. Menurut Riskesdas 2010(Kemkes RI, 2010), prevalensi sangat kurus (wasting kritis) adalah 6,0% dan prevalensi kurus (wasting serius) adalah 7,3% sedangkan prevalensi kegemukan adalah 14,0%. Status gizi anak umur 6-12 tahun dengan prevalensi kurus pada anak laki-laki adalah 13,2% sedangkan pada anak perempuan adalah 11,2%. Sedangkan prevalensi berat badan lebih gemuk adalah 10,7% pada anak laki-laki dan 7,7% pada anak perempuan.

2.    Anaemia Gizi Besi
Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 (Depkes RI,2008) menunjukkan prevalensi anaemia pada anak usia 5-14 tahun sebesar 9,4%. Sebanyak 70,1% anaemia pada anak usia 1-14 tahun adalah anemia jenis mikrositik hipokromik.

3.    Kurang Vitamin A dan kurang Yodium
Masalah gizi di Indonesia menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI (2006) adalah kekurangan Vitamin A (KVA) dan gangguan akibat Yodium (GAKY). Diantara  18 juta anak, sebanyak 10 juta menderita KVA . Sementara itu diantara 31 juta anak sekolah 3,4 juta berisiko menderita GAKY.

4.    Karies Gigi
Karies gigi merupakan penyakit yang biasa ditemui pada anak-anak semua umur dengan berbagai tingkat ekonomi. Data tentang prevalensi karies gigi di Indonesia belum tersedia. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 (Depkes RI, 2007) menunjukkan masalah gigi dan mulut penduduk usia 5-14 tahun adalah 21,6%. Karies gigi termasuk dalam masalah kesehatan gigi dan mulut.

2.    STATUS GIZI USIA REMAJA
Hurlock (1973) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Menurut Thornburgh (1982), batasan usia tersebut adalah batasan tradisional, sedangkan alran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun.
Perubahan sosial seperti adanya kecenderungan anak-anak pra-remaja untuk berperilaku sebagaimana yang ditunjukan remaja membuat penganut aliran kontemporer memasukan mereka  dalam kategori remaja. Adanya peningkatan kecenderungan para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan kerja (magang) setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan dalam golongan remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.
Lebih lanjut Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.    Remaja awal : antara 11 hingga 13 tahun
2.    Remaja pertengahan: antara 14 hingga 16 tahun
3.    Remaja akhir: antara 17 hingga 19 tahun.

a.    Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja
Anak remaja putri mulai mengalami pertumbuhan tubuh pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan mengalami menarche rata-rata pada usia 12 tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan perubahan tubuh pada usia sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara terjadi pada usia 13 tahun (Katchadurian, 1989).
Usia remaja (10-18 tahun) merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab yaitu:
1.    Remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan pertumbuhan fisik.
2.    Perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan.
3.    Remaja yang mempunyai kebutuhan gizi khusus, misalnya remaja yang aktif berolah raga atau yang menderita penyakit kronis.
Proses perkembangan fisik dari usia anak menjadi dewasa disebut pubertas. Pertumbuhan lambat selama masa anak mulai meningkat menjelang masa remaja, dan akhirnya pada masa remaja terjadi laju pertumbuhan cepat.
Selama pubertas, kecepatan tumbuh maksimum laki-laki pun lebih tinggi, sehingga menghasilkan perbedaan rata-rata tinggi badan akhir anak laki dan perempuan kurang lebih 13,3 cm. Pertumbuhan tinggi badan pada perempuan berhenti pada usia rata-rata 17,3 tahun, sedangkan pada laki-laki pada usia rata-rata 21,2 tahun, namun hal ini sangat bervariasi.
Kecepatan penambahan berat badan selama remaja sejajar dengan kecepatan kenaikan tinggi badan. Pada laki-laki, puncak kecepatan kenaikan TB sejalan dengan puncak kecepatan penambahan BB, sedangkan pada perempuan kecepatan penambahan BB terjadi antara 6-9 bulan sebelum puncak kenaikan TB.
b.    Masalah Gizi dan Masalah Kesehatan Remaja

1.    Hipertensi dan Hiperlipidemia
Banyak penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa penyakit-penyakit kardiovaskuler, pembuluh darah jantung dan hipertensi esensial, dimulai sejak masa kanak-kanak (Worthington Roberts dan Williams, 2000). Obesitas berkaitan dengan tekanan darah tinggi dan dengan kadar lipoprotein serum tidak normal. Bila remaja menderita hipertensi atau ada sejarah hipertensi dalam keluarga maka diterapkan diet yang rendah garam dapur dan energi total.

2.    Karies gigi dan penyakit gigi dan mulut
Hasil Riskesdas 2007 (Depkes RI,2008) menunjukkan prevalensi karies aktif dalam 12 bulan terakhir pada remaja usia 12, 15, dan 18 tahun secara berturut-turut adalah sebesar 29,8%, 36,1% dan 41,2%. Pada remaja 10-14 tahun mengalami masalah gigi dan mulut sebesar 20,6%.

3.    Obesitas
Walaupun kebutuhan energi dan zat-zat gizi lebih besar pada remaja daripada dewasa, tetapi ada sebagian remaja yang makannya terlalu banyak melebihi kebutuhannya sehingga menjadi gemuk. Aktif berolah raga dan melakukan pengaturan makan adalah cara untuk menurunkan berat badan. Diet tinggi serat sangat sesuai untuk para remaja yang sedang melakukan penurunan berat badan. Pada umumnya makanan yang serat tinggi mengandung sedikit energi, dengan demikian dapat membantu menurunkan berat badan, disamping itu serat dapat menimbulkan rasa kenyang sehingga dapat menghindari ngemil makanan/kue-kue.

4.    Kurang Energi Kronis
Pada remaja badan kurus atau disebut Kurang Energi Kronis tidak selalu berupa akibat terlalu banyak olah raga atau aktivitas fisik. Pada umumnya adalah karena makan terlalu sedikit. Remaja perempuan yang menurunkan berat badan secara drastis erat hubungannya dengan faktor emosional seperti takut gemuk seperti ibunya atau dipandang lawan jenis kurang seksi.

5.    Anemia
Anemia karena kurang zat besi adalah masalah yang paling umum dijumpai terutama pada perempuan. Zat besi diperlukan untuk membentuk sel-sel darah merah, dikonversi menjadi hemoglobin, beredar ke seluruh jaringan tubuh, berfungsi sebagai pembawa oksigen. Remaja perempuan membutuhkan lebih banyak zat besi daripada laki-laki.

BAB III
PENILAIAN STATUS GIZI (WHO, 2006)

Penilaian Status Gizi Secara Antropometri
Supariasa, dkk (2002), mendefenisikan antropometri adalah ukuran tubuh. Maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat dan tingkat gizi.
Pengukuran antropometri relatif mudah dilaksanakan. Akan tetapi untuk berbagai cara, pengukuran antropometri ini membutuhkan keterampilan, peralatan dan keterangan untuk pelaksanaanya. Jika dilihat dari tujuannya antropometri dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Untuk ukuran massa jaringan : Pengukuran berat badan, tebal lemak dibawah kulit, lingkar lengan atas. Ukuran massa jaringan ini sifanya sensitif, cepat berubah, mudah turun naik dan menggambarkan keadaan sekarang.
2. Untuk ukuran linier : pengukuran tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar dada. Ukuran linier sifatnya spesifik, perubahan relatif lambat, ukuranya tetap atau naik, dapat menggambarkan riwayat masa lalu.

Parameter dan indeks antropometri yang umum digunakan untuk menilai status gizi anak adalah indikator Berat Badan Menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U), Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) (Depkes RI, 1995).
1.    Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak), karena massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan yaitu berkembang lebih cepat atau berkembang lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan sifat-sifat ini, maka indeks berat badan menurut umur (BB/U) digunakan sebagai salah satu indikator status gizi. Oleh karena sifat berat badan yang stabil maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang pada saat kini (current nutritional status).
Kelebihan indeks BB/U yaitu :
1.    Dapat lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum.
2.    Sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek.
3.    Dapat mendeteksi kegemukan (Over weight).
Sedangkan kelemahan dari indek BB/U adalah :
1.    Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat oedema.
2.    Memerlukan data umur yang akurat.
3.    Sering terjadi kesalahan pengukuran misalnya pengaruh pakaian, atau gerakan anak pada saat penimbangan.
4.    Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat. Dalam hal ini masih ada orang tua yang tidak mau menimbangkan anaknya karena seperti barang dagangan (Supariasa, 2002).

2.    Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dangan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi zat gizi jangka pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama.
Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lampau, dan dapat juga digunakan sebagai indikator perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Keadaan tinggi badan anak pada usia sekolah (tujuh tahun), menggambarkan status gizi masa balitanya. Masalah penggunaan indek TB/U pada masa balita, baik yang berkaitan dengan kesahlian pengukuran tinggi badan maupun ketelitian data umur.
Kelemahan penggunaan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) yaitu :
a.    Tidak dapat member gambaran keadaan pertumbuhan secara jelas.
b.    Dari segi operasional, sering dialami kesulitan dalam pengukuran terutama bila anak mengalami keadaan takut dan tegang (Jahari, 1998).

3.    Indeks Massa Tubuh Menurut (IMT/U)
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menetapkan pelaksanaan perbaikan gizi adalah dengan menentukan atau melihat. Ukuran fisik seseorang sangat erat hubungannya dengan status gizi. Atas dasar itu, ukuran-ukuran yang baik dan dapat diandalkan bagi penentuan status gizi dengan melakukan pengukuran antropometri. Hal ini karena lebih mudah dilakukan dibandingkan cara penilaian status gizi lain, terutama untuk daerah pedesaan (Supariasa, dkk., 2001).
Pengukuran status gizi pada anak sekolah dapat dilakukan dengan cara antropometri. Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik antara intake energi dan protein. Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh. Komposisi tubuh mencakup komponen lemak tubuh (fat mass) dan bukan lemak tubuh (non-fat mass) (Riyadi, 2004).
Pengukuran status gizi anak sekolah dapat dilakukan dengan indeks antropometri dan menggunakan Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) anak sekolah.
Rumus IMT
IMT=         Berat Badan (Kg)
    Tinggi Badan (m)xTinggi Badan (m)

BATAS AMBANG NILAI
IMT
STATUS GIZI              IMT
Kurus tingkat berat        <17
kurus tingkat ringan       17,0-18,4
normal                          18,5-25,0
gemuk tingkat ringan      25,1-27,0
gemuk tingkat berat       >27
sumber: DEPKES 1996   

4.    Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri
Dalam penelitian status gizi, khususnya untuk keperluan klasifikasi diperlukan ukuran baku (reference). Pada tahun 2009, Standar Antropometri WHO 2007 diperkenalkan oleh WHO sebagai standar antopometri untuk anak dan remaja di dunia.
Klasifikasi status gizi anak dan remaja menurut WHO 2007 adalah sebagai berikut :
Indeks BB/U :
a. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD
b. Kurang : ≥ -3 SD s/d < -2 SD
c. Sangat Kurang : < -3 SD

Indeks TB/U :
a. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD
b. Pendek : ≥ -3 SD s/d < -2 SD
c. Sangat pendek : < -3 SD

Indeks IMT/U :
a. Sangat gemuk : > 3 SD
b. Gemuk : > 2 SD s/d ≤ 3 SD
c. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD
d. Kurus : ≥ -3 SD s/d < -2 SD
e. Sangat kurus : < -3 SD

BAB IV
MEKANISME HUBUNGAN ANTAR VARIABEL

1.    ANAEMIA PADA USIA ANAK SEKOLAH DENGAN REMAJA

Anemia adalah kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin, yang biasanya juga disertai oleh penurunan kadar eritrosit dan hematokrit sehingga kebutuhan tubuh terhadap oksien kurang terpenuhi.
Anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia karena konsekuensi yang menghancurkan dan besarnya. Ini tersebar luas tidak hanya pada wanita hamil tetapi juga di kalangan anak di bawah usia lima tahun, sekolah, remaja dan pekerja berpenghasilan rendah.
Prevalensi anemia pada sekolah anak-anak di berbagai wilayah Indonesia adalah antara 35,8% dan 60,6%, dan prevalensi rata-rata di tingkat nasional adalah 55,5%. Di Jawa Tengah prevalensi pada anak sekolah (44,9%) adalah di antara yang terendah, sedangkan pada wanita hamil (62,5%) termasuk yang tertinggi. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Yayasan Kusuma Buana dari 3000 anak usia sekolah yang diperiksa, hampir separuhnya menderita anemia. Hal itu berarti satu dari dua anak usia sekolah menderita anemia. angka kejadian anemia di Indonesia berdasarkan SKRT 1995 pada anak usia kurang dari 5 tahun adalah 40,5 %, dan 47,2% pada usia 5-9 tahun serta 10-14 tahun, 25-84% pada perempuan tidak hamil serta 46-92% pada wanita hamil.
Dampaknya bisa terlihat saat anak memasuki usia pra sekolah dan usia sekolah. Anak akan mengalami gangguan konsentrasi, daya ingat rendah, kemampuan memecahkan masalah rendah, gangguan perilaku, dan tingkat IQ yang lebih rendah. Akibatnya adalah penurunan prestasi belajar dan kemampuan fisik anak.
Penelitian Halterman (2001) di Amerika Serikat, mendapatkan nilai catarata matematika pada anak yang menderita anemia defisiensi besi lebih rendah dibanding remaja tanpa anemia defisiensi besi.
Penelitian Bidasari dkk., di daerah perkebunan Aek Nabara bekerjasama dengan Facultas Psikologi USU (2006) pada remaja usia 15–18 tahun yang menderita anemia defisiensi besi diperoleh Full IQ tidak melebihi rata-rata dengan gangguan pemusatan perhatian dan fungsi kognitif terutama dalam bidang aritmatika.

2.    KURANG ENERGI KRONIS/ KURANG ENERGI PROTEIN PADA ANAK USIA SEKOLAH DENGAN REMAJA
Kurang energi protein adalah penyakit gizi akibat defisiensi energi dalam jangka waktu yang cukup lama. Pada derajat ringan pertumbuhan kurang, tetapi kelainan biokimiawi dan gejala klinis (marginal malnutrition). Derajat berat adalah tipe kwashiorkor dan tipe marasmus atau tiep marasmik-kwashiorkor. Jika keseimbangan tadi terganggu, misalnya pengeluaran energi dan protein lebih banyak dibandingkan pemasukan maka akan terjadi kekurangan energi protein, dan jika berlangsung lama akan timbul masalah yang dikenal dengan KEP berat atau gizi buruk (Depkes RI, 2000).
Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau menahun. Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mempunyai kecenderungan menderita KEK. Seseorang dikatakan menderita risiko KEK bilamana LILA <23,5 cm.
Gizi kurang akut biasanya mudah untuk dideteksi, berat badan anak akan kurang dan kurus – mereka akan memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan dan meningkatkan resiko terkena infeksi. Gizi kurang yang kronik lebih sulit diidentifikasi oleh suatu komunitas – anak akan tumbuh lebih lambat daripada yang diharapkan – baik dari segi berat badan maupun tinggi badan, dan tidak kelihatan terlalu kurus, namun pemeriksaan berat dan tinggi badan akan menunjukan bahwa mereka memiliki berat yang kurang pada grafik pertumbuhan anak – misalnya kerdil. Gizi kurang kronik dapat mempengaruhi perkembangan otak dan psikologi anak dan meningkatkan resiko terkena infeksi.
Di negara-negara berkembang seperti Bangladesh, India, Indonesia, Myanmar, Nepal Srilangka dan Thailand, prevalensi wanita yang mengalami KEK adalah 15-47% yaitu dengan BMI <18.5. Adapun negara yang mengalami prevalensi tertinggi adalah Bangladesh yaitu 47%, sedangkan Indonesia menjadi urutan ke empat terbesar setelah India dengan prevalensi 35.5% dan yang paling rendah adalah Thailand dengan prevalensi 15-25%. Hal ini terjadi karena sebagian besar wanita yang mengalami kekurangan energi disebabkan kurangnya asupan makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan mereka (WHO, 1997)

3.    OBESITAS PADA ANAK SEKOLAH DENGAN REMAJA
Obesitas merupakan kondisi berat badan sangat berlebih. Obesitas didefinisikan sebagai penumpukan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas pada anak laki-laki  timbul ketika berat badan tubuh total terdiri atas 25% lemak, sedangkan pada anak perempuan ketika berat badan tubuh total terdiri atas 32% lemak. Pendapat lain mendefinisikan obesitas berdasarkan nilai indeks massa tubuh (IMT). IMT dihitung dengan rumus sebagai berikut: BB(kg)/TB2(m). Berdasarkan grafik IMT, anak-anak dan remaja dikategorikan berisiko berat badan berlebih jika berada pada persentil ke-85 atau lebih, dan dinyatakan sebagai berat badan lebih jika berada pada persentil ke-95 atau lebih.
Obesitas atau kegemukan adalah salah satu masalah gizi pada anak-anak. Di Negara maju angka prevalensi obesitas cukup tinggi, sedangkan di negara berkembang angka prevalensi obesitas semakin meningkat. Obesitas pada anak-anak dapat berdampak pada masalah kesehatan fisik dan psikologis.
Sebuah survei nasional di Spanyol menyingkapkan bahwa 1 dari setiap 3 anak kelebihan berat badan atau obes. Hanya dalam waktu sepuluh tahun (1985-1995), obesitas pada anak naik tiga kali lipat di Australia. Dalam tiga dasawarsa terakhir, obesitas pada anak berusia 6 hingga 11 tahun meningkat lebih dari tiga kali lipat di Amerika Serikat.
Obesitas pada anak juga dialami negara-negara berkembang. Menurut Satuan Tugas Obesitas Internasional, di beberapa bagian Afrika, ada lebih banyak anak yang mengalami obesitas ketimbang malnutrisi. Pada tahun 2007, Meksiko menempati urutan kedua di dunia, setelah Amerika Serikat, untuk obesitas pada anak. Konon di Mexico City saja, 70 persen anak dan remaja kelebihan berat badan atau obes.
Tiga di antara komplikasi obesitas adalah diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung, yang sebelumnya dianggap sebagai problem kesehatan yang umumnya dialami orang dewasa. Menurut Institute of Medicine AS, 30 persen anak laki-laki dan 40 persen anak perempuan yang lahir di Amerika Serikat pada tahun 2000 memiliki risiko bahwa suatu waktu mereka akan didiagnosis mengidap diabetes tipe 2 yang berkaitan dengan obesitas.
Survei menunjukkan tren yang mencemaskan di kalangan anak-anak. Meningkatnya obesitas mengarah ke meningkatnya tekanan darah tinggi. Kalau tren yang meningkat pada tekanan darah tinggi ini tidak dihentikan, kita dapat menghadapi ledakan kasus penyakit kardiovaskular baru di kalangan remaja dan orang dewasa. Prevalensi obesitas meningkat dari tahun ke tahun, baik di negara maju maupunnegara yang sedang berkembang. Berdasarkan SUSENAS, prevalensi obesitas (>120% median baku WHO/NCHS) pada anak mengalami peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan pada tahun 1989 didapatkan 4,6% laki-laki dan 5,9% perempuan, meningkat menjadi 6,3% laki-laki dan 8% perempuan pada tahun 1992 dan di pedesaan pada tahun 1989 didapatkan 2,3% laki-laki dan 3,8% perempuan, meningkat menjadi 3,9% laki-laki dan 4,7% perempuan pada tahun 1992.
Obesitas pada masa anak berisiko tinggi menjadi obesitas dimasa dewasa dan berpotensi mengalami penyakit metabolik dan penyakit degeneratif dikemudian hari. Profil lipid darah pada anak obesitas menyerupai profil lipid pada penyakit kardiovaskuler dan anak yang obesitas mempunyai risiko hipertensi lebih besar.4 Penelitian Syarif menemukan hipertensi pada 20 – 30% anak yang obesitas.

4.    KARIES GIGI PADA ANAK SEKOLAH DAN REMAJA
Karies gigi adalah sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur  gigi. Penyakit ini menyebabkan gigi berlubang.
Diperkirakan bahwa 90% dari anak-anak usia sekolah di seluruh dunia dan sebagian besar orangdewasa pernah menderitakaries. Prevalensi karies tertinggi terdapat diAsiadanAmerika Latin.
Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 (Depkes RI, 2007) menunjukkan masalah gigi dan mulut penduduk usia 5-14 tahun adalah 21,6%. Karies gigi termasuk dalam masalah kesehatan gigi dan mulut. Hasil Riskesdas 2007 (Depkes RI,2008) menunjukkan prevalensi karies aktif dalam 12 bulan terakhir pada remaja usia 12, 15, dan 18 tahun secara berturut-turut adalah sebesar 29,8%, 36,1% dan 41,2%. Pada remaja 10-14 tahun mengalami masalah gigi dan mulut sebesar 20,6%.

BAB V
FAKTOR-FAKTOR LAIN YANG MEMPENGARUHI VARIABEL DEPENDENT


1.    Anaemia
Anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Faktor yang mempengaruhi anaemia defisiensi besi adalah kekurangan zat besi pada seseorang.
Angka kecukupan besi untuk anak usia 7-9 tahun dengan median kebutuhan besi sebanyak 7,1 mg/hari dan asumsi penyerapan sebesar 7,5% maka kecukupan besinya menjadi 10 mg/hr. Angka kecukupan besi remaja perempuan lebih tinggi daripada remaja laki-laki karena memperhitungkan kehilangan besi selama haid (dapat dilihat pada tabel AKG).
Kebutuhan besi dipengaruhi oleh keasaman lambung dan ketersediaan biologis besi yang dikonsumsi.

2.    KEK/KEP dan OBESITAS
penyakit gizi akibat defisiensi energi dalam jangka waktu yang cukup lama menyebabkan KEP,sedangkan KEK disebabkan kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau menahun. Obesitas didefinisikan sebagai penumpukan lemak tubuh yang berlebihan.
Rata-rata kebutuhan energi untuk pertumbuhan setelah usia 12 bulan rendah, kurang lebih 5kkal/g penambahan jaringan. Pada semua umur, pola aktifitas anak berbeda, baik dalam hal jumlah waktu yang digunakan  dalam melakukan aktivitas, maupun dalam intensitas melakukan aktivitas. Pada pertumbuhan dalam keadaan khusus misal masa penyembuhan setelah sakit, kebutuhan asupan energi 200kkal/kg BB/hari dapat menaikkan berat badan sebanyak 20 g/hari. Angka kecukupan energi tidak mempertimbangkan faktor keamanan untuk peningkatan kebutuhan waktu sakit, trauma dan stres karena hanya merupakan kebutuhan rata-rata. Kebutuhan energi remaja bervariasi tergantung aktivitas fisk dan tingkat kematangan. Asupan energi perempuan pada tiga tahap perkembangan(pra-puber, tumbuh cepat dan pasca puber) berhubungan dengan tingkat perkembangan fisiologis, bukan dengan usia.
Penilaian terhadap asupan protein anak harus didasarkan pada:
1.    Kecukupan untuk pertumbuhan
2.    Mutu protein yang dimakan
3.    Kombinasi makanan dengan kandungan asam amino esensial yang saling melengkapi bila dimakan besama
4.    Kecukupan asupan vitamin, mineral dan energi.
Kecukupan protein remaja berkisar antara 0,29-0,32g/cm tinggi badan untuk laki-laki, dan 0,27-0,29 g/cm tinggi badan untuk perempuan.

3.    KARIES GIGI
Kekurangan kalsium à Menyebabkan penyakit KERAPUHAN TULANG DAN GIGI, dengan ciri-ciri : Nyeri tulang saat bergerak, tubuh bungkuk, tulang mudah patah, gigi keropos.
Kalsium, penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi, membantu pembekuan darah pada proses penyembuhan luka, serta memastikan jantung terus berdegup. Penambahan kalsium rata-rata sehari hendaknya berkisar antara 150-200 mg, puncaknya adalah sebanyak 400mg/hr dalam periode pertumbuhan cepat. Angka kecukupan kalsium untuk anak berkisar antara 500-600mg/hari. Kelebihan kalsium dapat berpengaruh negatif terhadap penyerapan seng, besi dan mangan. Kebutuhan kalsium dipengaruhi oleh ketersediaan biologis, aktivitas fisik dan keberadaan zat gizi lain. Angka kecukupan kalsium remaja adalah 1000mg/hari, baik untuk laki-laki maupun perempuan.

PERBANDINGAN ANTARA KEMENKES NO.900/MENKES/SK/VII/2002 DENGAN PERMENKES NO.1464/MENKES/PER/X/2010

PERBANDINGAN ANTARA
KEMENKES NO.900/MENKES/SK/VII/2002
TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN
DENGAN
PERMENKES NO.1464/MENKES/PER/X/2010
TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

Pasal 1
1.    Didalam Kemenkes no.900 dijelaskan definisi registrasi.
Permenkes no.1464 tidak dijelaskan definisi registrasi dan kata registrasi sudah dimasukkan kedalam definisi bidan , juga dijelaskan tentang definisi fasilitas pelayanan.
2.    Didalam Kemenkes no 900, Surat ijin bidan (SIB) berganti dengan nama Surat Tanda Registrasi (STR) pada Permenkes no 1464.
3.    Didalam Kemenkes no 900, tidak dijelaskan tentang Surat Ijin Kerja Bidan (SIKB).
Permenkes no 1464 dijelaskan tentang SIKB, dimana bidan dapat bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
 
Pasal 2
Perubahan total dari kemenkes no.900 ke Permenkes no 1464.
Kemenkes no.900 pimpinan pendidikan wajib menyampaikan laporan.
Permenkes no.1464 dijelaskan bidan dapat menjalankan praktik mendiri atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan dan berpendidikan minimal Diploma III Kebidanan.
 
Pasal 3
Pada Kemenkes no.900 dijelaskan tentang Surat Ijin Bidan (SIB).
Permenkes no.1464 bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai SIKB, sedangkan bidan yang menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.
 
Pasal 4
Pada Kemenkes no.900 dijelaskan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi tempat untuk registrasi dan mengeluarkan SIB.
Pada Permenkes no.1464 dijelaskan tentang persyaratan pememperolehan SIKB/SIPB. Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI)/ Provinsi (MTKP), maka SIB ditetapkan berlaku sebagai STR.
 
Pasal 5
Pada Kemenkes no 900 dijelaskan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi membuat pembukuan registrasi SIB menyampaikan laporan berkala kepada Menteri Kesehatan melalui Sekretaris Jenderal.
Pada Permenkes no.1464 dijelaskan SIKB/SIPB dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota.
 
Pasal 6
Pada Kemenkes no.900 dijelaskan tentang proses adapatasi pada bidan lulusan luar negeri.
Pada Permenkes no.1464 dijelaskan Bidan hanya menjalankan praktik/kerja paling banyak 1 tempat kerja dan 1 tempat praktik.
 
Pasal 7
Pada Kemenkes no.900 dijelaskan tentang masa berlaku dan pembaharuan SIB.
Pada Permenkes no.1464 menjelaskan masa berlaku dan pembaharuan SIKB/SIPB.
 
Pasal 8
Pada Kemenkes no.900 menjelaskan masa bakti bidan.
Pada Permenkes no.1464 menjelaskan alasan untuk tidak berlakunya SIKB/SIPB.
 
Pasal 9
Pada Kemenkes no.900 menjelaskan bidan harus memiliki SIPB bila menjalankan praktik.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan wewenang bidan dalam memberikan pelayanan yang meliputi pelayanan kesehatan ibu, kesehatan anak dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
 
Pasal 10
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan tentang persyaratan registrasi SIPB.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan tentang pelayanan kesehatan ibu yang diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
 
Pasal 11
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan tentang masa berlaku dan pembaharuan SIPB.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan tentang pelayanan kesehatan anak yang diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita dan anak pra sekolah.

Pasal 12
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan bidan tidak tetap tidak memerlukan SIPB
Pada Permenkes no 1464  menjelaskan tentang memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
 
Pasal 13
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan bidan harus meningkatkan keterampilan dan keilmuannya.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan wewenang pelayanan kesehatan program pemerintah, bidan harus terlatih dalam bidang pelayanan tersebut.
 
Pasal 14
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan wewenang bidan memberikan pelayanan kesehatan meliputi pelayanan kebidanan, pelayanan keluarga berencana dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan kewenangan bidan bila menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter maupun yang mempunyai dokter.
 
Pasal 15
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan pelayanan kesehatan pada ibu diberikan pada masa pranikah, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara. Pelayanan pada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan Pemerintah daerah Provinsi/kota mempunyai peran dalam praktik bidan.
 
Pasal 16
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan perincian tentang pelayanan kebidanan kepada ibu dan pelayanan kebidanan pada anak.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan persyaratan penempatan bidan didaerah yang belum memiliki dokter, dimana pemerintah daerah provinsi/kota mempunyai tanggung jawab dalam hal ini.
 
Pasal 17
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan wewenang bidan bila praktik pada daerah yang tidak mempunyai dokter.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan persyaratan bidan dalam menjalankan praktik mandiri.
 
Pasal 18
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan perincian tindakan pelayanan kebidanan sesuai pasal 16.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan kewajiban bidan bila melaksanakan praktik/kerja, meningkatkan mutu pelayanan profesinya dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
 
Pasal 19
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan wewenang bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan tentang hak dalam melaksanakan praktik/kerja.
 
Pada 20
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan wewenang bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan yang ditujukan ke Puskesmas kecuali bidan yang praktik di fasilitas kesehatan.
 
Pasal 21
Pada kemenkes no 900 menjelaskan bidan dapat melaksanakan kegawat daruratan untuk menyelamatkan jiwa.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan tentang pembinaan dan pengawasan oleh Menteri, Pemerintah daerah provinsi, Pemerintah daerah kabupaten/kota, dan Kepala Dinas kesehatan Kabupaten/kota melakukan pemetaan tenaga bidan.
 
Pasal 22
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan persyaratan untuk bidan melaksanakan praktik perorangan.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan tentang pimpinan fasilitas kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan berhenti di tempatnya.
 
Pasal 23
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan tentang peralatan dan obat-obatan yang harus dimiliki bidan dalam melaksanakan praktik perorangan.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelanggaraan praktik.
 
Pasal 24
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan bidan membatu program pemerintah.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan pemberian sanksi bila bidan yang berpraktik tidak memiliki SIKB/SIPB
 
Pasal 25
Pada kemenkes no 900 menjelaskan wewenang bidan yang diberikan harus berdasarkan standart profesi.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Kemenkes no 900 dan Permenkes no HK.02.02 dinyatakan telah memiliki SIPB sampai masa berlakunya berakhir.
 
Pasal 26
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan tentang petunjuk pelaksanaan praktik.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan bila MTKI/MTKP belum terbentuk maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Kemenkes no 900.
 
Pasal 27
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan tentang pencatatan dan pelaporan bidan  yang dilaporkan ke Puskesmas.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan bidan yang praktik di fasilitas kesehatan sebelum ditetapkan peraturan ini harus mempunyai SIPB.
 
Pasal 28
Pada kemenkes no 900 menjelaskan pejabat yang berwenang mengeluarkan dan mencabut SIPB.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan tentang penyesuaian bidan yang berpendidikan di bawah diploma III.
 
Pasal 29
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan tentang permohonan dan penolakan SIPB dikeluarkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pada Permenkes no 1464 menjelaskan peraturan yang berlaku.
 
Pasal 30 sampai dengan pasal 47
Pada Kemenkes no 900 menjelaskan:
1.    Kepala dinas kabupaten/kota melaporkan ke Kepala dinas provinsi.
2.    Bidan harus mengumpulkan angka kredit.
3.    Bidan yang melakukan pelanggaran dapat dikenakan tindakan disiplin berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan ijin.
4.    Permenkes no 572/Menkes/Per/VI/1996 tidak berlaku lagi.
Pada Permenkes no 1464 tidak terdapat pasal 30 sampai pasal 47.
 
KESIMPULAN
1.    Bidan yang berkerja di fasilitas kesehatan harus mempunyai SIKB, dan bidan yang mempunyai praktik perorangan/mandiri harus mempunyai SIPB.
2.    Pergantian SIB dengan STR.
3.    Persyaratan pembuatan SIPB terdapat rekomendasi dari Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
4.    Bidan berwenang memberikan pelayanan kesehatan ibu, anak dan kesehatan reproduksi perempuan dan Keluarga Berencana bukan pada kesehatan masyarakat.
5.    Wewenang bidan dalam memberikan pelayanan kepada ibu yang tidak boleh dilakukan lagi yaitu:
a.    Pertolongan persalinan yang abnormal.
b.    Pertolongan kehamilan yang abnormal.
c.    Pelayanan ibu nifas yang abnormal.
d.    Pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi
e.    Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas.
f.    Mengeluarkan placenta secara manual.
g.    Pengeluaran sisa jaringan konsepsi.
h.    Amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4cm.
i.    Pemberian infus
j.    Pemberian suntikan antibiotika dan sedativa.
6.    Wewenang bidan dalam memberikan pelayanan kepada anak diberikan penjelasan yang lebih lengakap yaitu:
a.    Melakukan asuhan bayi baru lahir normal dan perawatan tali pusat.
b.    Penaganan hipotermi dan segera rujuk.
c.    Penaganan kegawat-daruratan dan segera rujuk.
d.    Pemberian imunisasi sesuai program pemerintah.
e.    Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan pra sekolah.
f.    Pemberian konseling dan penyuluhan.
g.    Pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.
7.    Wewenang bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana yaitu: memberikan penyuluhan dan konseling juga memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
8.    Pelayanan kesehatan berupa kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap IMS dan penyakit lainnya serta pencegahan penyalahgunaan NAPZA hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu.
9.    Didalam Permenkes no 1464 dijelaskan tentang hak bidan yaitu:
a.    Memperoleh perlindungan hukum
b.    Memperoleh informasi yang lengkap dari pasien
c.    Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar
d.    Menerima imbalan jasa profesi
10.    Permenkes no.572/Menkes/Per/VI/1996 tentang Registrasi dan Praktek Bidan, Kemenkes no.900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan Permenkes no.HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Ijin dan penyelenggaraan Praktik Bidan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

CONTOH KASUS
1.    Bidan Yeni bekerja di RS Marinir Cilandak, tidak mempunyai SIKB atau SIPB, maka Bidan Yeni sudah melakukan pelanggaran praktik, dan dapat diberikan tindakan administratif berupa: teguran lisan, teguran tertulis, pencabutan SIKB/SIPB untuk sementara paling lama 1 tahun atau pencabutan SIKB/SIPB selamanya.
2.    Bidan Yeni melakukan pemasangan kontrasepsi dalam rahim, bidan Yeni telah mengikuti pelatihan CTU, maka bidan Yeni tidak melakukan pelanggaran tindakan praktik, dapat dilihat pada pasal 13 Permenkes no 1464/Menkes/Per/X/2010.
3.     Bidan Yeni melakukan pertolongan persalinan letak sunsang, maka bidan Yeni melakukan pelanggaran tindakan praktik sehingga dapat diberikan tindakan administratif.
4.    Pada saat membantu persalinan, pasien mengalami pelukaan jalan lahir tingkat II, maka bidan Yeni diperbolehkan menjahit luka tersebut sesuai wewenangnya sesuai pasal 10 ayat 3 Permenkes no 1464/Menkes/Per/X/2010.
5.    Bidan memberikan tablet Fe pada ibu hamil untuk pengendalian anaemia, bidan Yeni telah melaksanakan wewenangnya menurut UU.
6.    Bidan Yeni melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim, maka bidan Yeni melakukan pelanggaran karena bidan Yeni belum mengikuti pelatihan CTU.
7.    Bidan Yeni memberikan suntikan uterotonika pada manajemen aktif kala III, tetapi masih terjadi perdarahan, dan bidan yeni menerima tuntutan hukum, maka bidan yeni mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum karena praktiknya sesuai dengan standar.
8.    Bidan Yeni sering mengikuti pelatihan dan pendidikan yang up to date, bidan Yeni meningkatkan mutu pelayanan profesinya.
9.    Setelah melakukan tindakan pelayanan kesehatan. Bidan Yeni berhak mendapatkan imbalan jasa profesi.
10.    Bidan Yeni melakukan tindakan kuretage, maka bidan Yeni melanggar peraturan Undang-undang.

A I D S

A I D S
I.    PENDAHULUAN
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisadisembuhkan.HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Sejak awal abad ke 21 peningkatan jumlah kasus semakin mencemaskan. Pada akhir tahun 2003 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan bertambah 355 kasus sehingga berjumlah 1371 kasus, semantara jumlah kasus HIV positif mejadi 2720 kasus.Pada akhir tahun 2003 25 provinsi telah melaporkan adanya kasus AIDS. Penularan di sub-populasi penasun meningkat menjadi 26,26% . Peningkatan jumlah kasus AIDS terus terjadi, pada akhir Desember  2004 berjumlah 2682 kasus, pada akhir Desember 2005 naikhampir dua kali lipat menjadi 5321 kasus dan pada akhir September 2006 sudah menjadi 6871 kasus dan dilaporkan oleh 32 dari 33 provinsi. Sementara estimasi tahun 2006, jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan 169.000 – 216.000 orang. Data hasil surveilans sentinel Departemen Kesehatan menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi HIV positif pada sub-populasi berperilaku berisiko, dikalangan penjaja seks (PS) tertinggi 22,8% dan di kalangan penasun 48% dan pada penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebesar 68%. Peningkatan prevalensi HIV positif terjadi di kota-kota besar, sementara peningkatan prevalensi di kalangan PS terjadi baik di kota maupun di kota kecil bahkan di pedesaan terutama di provinsi Papua dan Irian Jaya Barat. Di kedua provinsi terakhir ini epidemi sudah cenderung memasuki populasi umum (generalized epidemic).
Distibusi umur penderita AIDS pada tahun 2006 memperlihatkan tingginya persentase jumlah usia muda dan jumlah usia anak. Penderita dari golongan umur 20-29 tahun mencapai 54,77%, dan bila digabung dengan golongan sampai 49 tahun, maka angka menjadi 89,37%. Sementara persentase anak 5 tahun kebawah mencapai 1,22%. Diperkirakan pada tahun 2006 sebanyak 4360 anak tertular HIV dan separuhnya telah meninggal.
Para ahli epidemiologi Indonesia dalam kajiannya tentang kecenderungan epidemi HIV dan AIDS memproyeksikan bila tidak ada peningkatan upaya penanggulangan yang bermakna, maka pada tahun 2010 jumlah kasus AIDS menjadi 400.000 orang dengan kematian 100.000 orang dan pada tahun 2015 menjadi 1.000.000 orang dengan kematian 350.000 orang. Penularan dari sub-populasi berperilaku berisiko kepada isteri atau pasangannya akan terus berlanjut. Diperkirakan pada akhir tahun 2015 akan terjadi penularan HIV secara kumulatif pada lebih dari 38,500 anak yang dilahirkan dari ibu yang sudah terinfeksi HIV. Kecenderungan ini disebabkan meningkatnya jumlah sub-populasi berperilaku berisiko terutama penasun dan karena masih adanya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Resistensi terhadap obat anti retroviral (ARV) lini pertama mungkin akan berperan, bilamana belum mencukupi.

II.    Pola Penyebaran HIV/AIDS
AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles.  Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika Barat. Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan. HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan Kamerun.
Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging.  Teori yang lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia sebagai akibat dari penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio.  Namun demikian, komunitas ilmiah umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada.
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. Kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS.
Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan.  Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang memengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi. Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini. Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV. HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula. Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.

III.    FAKTOR PENYEBAB HIV/AIDS
A.    Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.
Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal. Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antar orang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin.
B.    Kontaminasi patogen melalui darah
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu.  Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".
C.    Penularan masa perinatal
Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%. Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya). Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%.

IV.    RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT HIV/AIDS
Infeksi tidak langsung menampakkan gejala. Gejala awal yang biasa ditemukan pada orang yang terinfeksi HIV:
•  Penurunan berat badan, demam yang berlangsung lama atau berulang, diare yang menetap atau berulang, pembengkakan kelenjar getah bening, pembesaran hati dan limpa, pembengkakan dan peradangan kelenjar liur di pipi.
•  Infeksi jamur yang menetap atau berulang (thrush) di mulut atau daerah yang tertutup popok
•  Infeksi bakteri berulang (misalnya infeksi telinga tengah, pneumonia dan meningitis)
•     Infeksi oportunistik virus, jamur dan parasit
• Keterlambatan atau kemunduran perkembangan sistem saraf.
Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV. Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.
•    Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
•    Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas yang berulang
•    Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
•    Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.


Gejala dan komplikasi
Gejala-gejala utama AIDS.
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS. HIV memengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.
A.    Penyakit paru-paru utama
Foto sinar-X pneumonia pada paru-paru, disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii.
Pneumonia pneumocystis (PCP) jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV.
Penyebab penyakit ini adalah fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan tindakan pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat, penyakit ini umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang, penyakit ini masih merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang belum dites.
Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait HIV, karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute pernapasan (respirasi). Ia dapat dengan mudah ditangani bila telah diidentifikasi, dapat muncul pada stadium awal HIV, serta dapat dicegah melalui terapi pengobatan. Namun demikian, resistensi TBC terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada penyakit ini.  TBC yang menyertai infeksi HIV sering menyerang sumsum tulang, tulang, saluran kemih dan saluran pencernaan, hati, kelenjar getah bening (nodus limfa regional), dan sistem syaraf pusat. Dengan demikian, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat munculnya penyakit ekstrapulmoner.
b.    Penyakit saluran pencernaan utama
Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamur kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh mikobakteria, meskipun kasusnya langka.
 Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium avium complex, dan virus sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis). Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnya pada Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara saluran pencernaan menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan yang berhubungan dengan HIV.
c.    Penyakit syaraf dan kejiwaan utama
Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru. Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.
Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson), sehingga merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70% populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal), sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.
Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia) yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin. Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV terjadi.
d.    Kanker dan tumor ganas (malignan)

Sarkoma Kaposi
Pasien dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya beberapa kanker. Hal ini karena infeksi oleh virus DNA penyebab mutasi genetik; yaitu terutama virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV).
Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamili gammaherpesvirinae. Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan, dan paru-paru.
Kanker getah bening tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening, misalnya seperti limfoma Burkitt (Burkitt's lymphoma) atau sejenisnya (Burkitt's-like lymphoma), diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem syaraf pusat primer, lebih sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali merupakan perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma adalah tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-Barr atau virus herpes Sarkoma Kaposi.
Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh virus papiloma manusia.
Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin, kanker usus besar bawah (rectum), dan kanker anus. Namun demikian, banyak tumor-tumor yang umum seperti kanker payudara dan kanker usus besar (colon), yang tidak meningkat kejadiannya pada pasien terinfeksi HIV.
e.    Infeksi oportunistik lainnya
Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik, terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan virus sitomegalo. Virus sitomegalo dapat menyebabkan gangguan radang pada usus besar (kolitis) seperti yang dijelaskan di atas, dan gangguan radang pada retina mata (retinitis sitomegalovirus), yang dapat menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium marneffei, atau disebut Penisiliosis, kini adalah infeksi oportunistik ketiga yang paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.

V.    PENCEGAHAN dan Tes HIV
Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di negara-negara maju.
Pencegahan
Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya secara umum dapat diabaikan.
a.    Hubungan seksual
Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di dunia.  Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim mengurangi risiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan.
Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun. Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara maju.
b.    Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi
Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.
Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola, sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan.
c.    Penularan dari ibu ke anak
Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child transmission, MTCT). Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin.
PENANGANAN
Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP). PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah.
Terapi antivirus
Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif (highly active antiretroviral therapy, disingkat HAART). Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu setelah ditemukannya HAART yang menggunakan protease inhibitor. Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat (disebut "koktail) yang terdiri dari paling sedikit dua macam (atau "kelas") bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) dengan protease inhibitor, atau dengan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV lebih cepat perkembangannya pada anak-anak daripada pada orang dewasa, maka rekomendasi perawatannya pun lebih agresif untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa. Di negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan HAART, seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu memulai perawatan awal.
Perawatan HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya jumlah virus dalam darah) pada pasien, tetapi ia tidak menyembuhkannya dari HIV ataupun menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap HAART dan gejalanya kembali setelah perawatan dihentikan. Lagi pula, dibutuhkan waktu lebih dari seumur hidup seseorang untuk membersihkan infeksi HIV dengan menggunakan HAART.  Meskipun demikian, banyak pengidap HIV mengalami perbaikan yang hebat pada kesehatan umum dan kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya penurunan drastis atas tingkat kesakitan (morbiditas) dan tingkat kematian (mortalitas) karena HIV. Tanpa perawatan HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9.2 bulan.  Penerapan HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien selama 4 sampai 12 tahun. Bagi beberapa pasien lainnya, yang jumlahnya mungkin lebih dari lima puluh persen, perawatan HAART memberikan hasil jauh dari optimal. Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus adalah alasan utama mengapa kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari penerapan HAART. Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak teratur untuk penerapan HAART tersebut. Berbagai efek samping yang juga menimbulkan keengganan untuk teratur dalam penerapan HAART, antara lain lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan insulin, peningkatan risiko sistem kardiovaskular, dan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan. Obat anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di dunia tidaklah memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS tersebut.







Masalah-masalah pada Lanjut Usia

PENDAHULUAN
Proses menua pada manusia merupakan suatu proses alamiah yang tak terhindarkan, dan menjadi manusia lanjut usia (lansia) yang sehat merupakan suatu rahmat.
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.
Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Ada dua terminologi mengenai usia lanjut yaitu yang berdasarakan usia kronologi dan usia biologik. Terminologi biologik sebenarnya yang lebih bernakna dalam penanganan masalah usia lanjut.
Batasan Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut usia dikelompokkan menjadi:
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) : antara 60 dan 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) : antara 75 dan 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun
 Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang berbunyi sebagai berikut: lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.

MASALAH-MASALAH PADA LANSIA
A.    PENURUNAN MASALAH FISIK DAN FUNGSI TUBUH
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.

a.     Sistem pernafasan pada lansia.
1.    Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
2.    Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.
3.    Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya ) sehingga jumlah udara pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
4.    Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan normal 50m²), Ù menyebabkan terganggunya prose difusi.
5.    Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua kejaringan.
6.     CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
7.     kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.

b.    Sistem persyarafan.
1.    Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.
2.    Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
3.    Mengecilnya syaraf panca indera.
4.    Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium & perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.

c.    Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.
1.    Penglihatan
a.    Kornea lebih berbentuk sferis (bola)
b.    Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
c.    Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).
d.    Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat
       dalam cahaya gelap.
e.    Hilangnya daya akomodasi.
f.    Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang.
g.    Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada skala.
2.    Pendengaran.
a.    Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) :
b.    Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara, antara
       lain nada nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50 % terjadi pada usia diatas
       umur 65 tahun.
c.    Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
d.    Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya kreatin.
3.    Pengecap dan penghidu.
a.    Menurunnya kemampuan pengecap.
b.    Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera makan berkurang.
4.    Peraba.
a.    Kemunduran dalam merasakan sakit.
b.    Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.

d.    Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut.
1.    Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
2.    Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini 
       menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
3.    Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
4.    Kurangnya efektifitasnya pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur keduduk
       ( duduk ke berdiri ) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg ( mengakibatkan 
       pusing mendadak ).
5.    Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (normal ± 170/95
       mmHg ).

e.    Sistem genito urinaria.
1.    Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, penyaringan 
       diglomerulo menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan 
       mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria ( biasanya + 1 ) .
2.    Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau 
       menyebabkan frekwensi BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia
       sehingga meningkatnya retensi urin.
3.    Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.
4.    Atropi vulva.
5.    Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga permukaan menjadi halus, sekresi 
       menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih alkali terhadap perubahan warna.
6.    Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi kapasitas untuk melakukan dan
       menikmati berjalan terus.

f.    Sistem endokrin / metabolik pada lansia.
1.    Produksi hampir semua hormon menurun.
2.    Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di pembuluh darah dan 
       berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan LH.
3.    Menurunnya aktivitas tiriod
4.    Menurunnya produksi aldosteron.
5.    Menurunnya sekresi hormon: progesteron, estrogen, testosteron.
6.    Defisiensi hormonall dapat menyebabkan hipotirodism, depresi dari sumsum tulang serta kurang 
       mampu dalam mengatasi tekanan jiwa (stess).

g.     Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.
1.    Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun,
       penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
2.    Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecap 
       (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam & pahit.
3.    Esofagus melebar.
4.    Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung menurun, waktu 
       mengosongkan menurun.
5.    Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
6.    Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
7.    Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.

h.    Sistem muskuloskeletal.
1.    Tulang rapuh.
2.    Resiko terjadi fraktur.
3.    Kyphosis.
4.    Persendian besar & menjadi kaku.
5.    Pada wanita lansia > resiko fraktur.
6.    Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas.
7.    Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek ( tinggi badan berkurang ).

i.     Perubahan sistem kulit & jaringan ikat.
1.    Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
2.    Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa
3.    Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga tidak begitu tahan terhadap panas
       dengan temperatur yang tinggi.
4.    Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran darah dan menurunnya sel sel yang
       meproduksi pigmen.
5.    Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan penyembuhan luka luka kurang baik.
6.    Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.
7.    Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta warna rambut kelabu.
8.    Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang kadang menurun.
9.    Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun.
10.  Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak rendahnya akitfitas
       otot.

j.    Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual.
1.    Perubahan sistem reprduksi.
a.    Selaput lendir vagina menurun/kering.
b.    Menciutnya ovarium dan uterus.
c.    Atropi payudara.
d.    Testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara berangsur berangsur.
e.    Dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal kondisi kesehatan baik.

2.    Kegiatan sexual.
Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang berhubungan dengan alat reproduksi.
Sexualitas pada lansia sebenarnya tergantung dari caranya, yaitu dengan cara yang lain dari sebelumnya, membuat pihak lain mengetahui bahwa ia sangat berarti untuk anda. Juga sebagai pihak yang lebih tua tampa harus berhubungan badan, msih banyak cara lain unutk dapat bermesraan dengan pasangan anda. Pernyataan pernyataan lain yang menyatakan rasa tertarik dan cinta lebih banyak mengambil alih fungsi hubungan sexualitas dalam pengalaman sex.

B.   PENYAKIT YANG DIDERITA LANSIA

1.    Kencing manis (Diabetes Melitus)
a.    Tipe I : IDDM (Insulin dependent Diabetes melitus)
Cirinya :
-    Banyak menyerang orang muda
-    Disebabkan penghacuran total sel-sel beta pankreas
-    Sangat mutlak tergantung pada terapi insulin
b.    Tipe II : NIDDM (Non insulin dependent diabetes melitus)
Cirinya:
-    Paling banyak menyerang orang tua
-    Sel beta pankreas tidak dirusak tidak cukup memproduksi insulin
-    Sehingga hati, otot serta sel lemak tidak beraksi secara wajar
Gejala DM adalah: polipagia, poliuria, polidipsia diikuti tubuh yang cepat lelah, kurang tenaga,badan kurus, gatal-gatal, kesemutan dan luka yang sukar sembuh.

2.    Osteoporosis
Pada wanita, kekurangan hormon estrogen dapat menyebabkan khilangan masa tulang dampak terhadap metabolisme kalsium akhirnya membuat tulang patah.
Pada pria, karena defisiensi testosteron, alkohol, penggunaan kortikosteroid, dan faktor penuaan.

3.    Dementia type Alzheimer
Dipengaruhi oleh hormon juga, pada wanita estrogen dapat meningkatkan produksi zat dan aktifitas neorotransmeter, penurunan testoteron pada laki-laki akan berpengaruh penurunan fungsi memori dan fungsi kognitif. Kondisi yang sangat berat akan menyebabkan terjadinya penimbunan protein amiloid di darah otak sehingga terjadi sindroma alzeimer.
Gejala-gejala Demensia Alzheimer sendiri meliputi gejala yang ringan sampai berat. Sepuluh tanda-tanda adanya Demensia Alzheimer adalah :
•    Gangguan memori yang memengaruhi keterampilan pekerjaan, seperti; lupa meletakkan kunci mobil, mengambil baki uang, lupa nomor telepon atau kardus obat yang biasa dimakan, lupa mencampurkan gula dalam minuman, garam dalam masakan atau cara-cara mengaduk air.
•    Kesulitan melakukan tugas yang biasa dilakukan, seperti; tidak mampu melakukan perkara asas seperti menguruskan diri sendiri.
•    Kesulitan bicara dan berbahasa
•    Disorientasi waktu, tempat dan orang, seperti; keliru dengan keadaan sekitar rumah, tidak tahu membeli barang ke kedai, tidak mengenali rekan-rekan atau anggota keluarga terdekat.
•    Kesulitan mengambil keputusan yang tepat
•    Kesulitan berpikir abstrak, seperti; orang yang sakit juga mendengar suara atau bisikan halus dan melihat bayangan menakutkan.
•    Salah meletakkan barang
•    Perubahan mood dan perilaku, seperti; menjadi agresif, cepat marah dan kehilangan minat untuk berinteraksi atau hobi yang pernah diminatinya.
•    Perubahan kepribadian, seperti; seperti menjerit, terpekik dan mengikut perawat ke mana saja walaupun ke WC.
•    Hilangnya minat dan inisiatif

4.    Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang dijumpai pada orang-orang lanjut usia ada beberapa macam, yaitu :

a.    Penyakit Jantung Koroner.
Akibat yang besar dari penyakit jantung koroner adalah kehilangan oksigen dan makanan ke jantung karena aliran darah ke jantung melalui arteri koroner berkurang. Penyakit jantung koroner lebih banyak menyerang pria daripada wanita, orang kulit putih dan separoh baya sampai dengan lanjut usia. Penyebab dari penyakit jantung koroner ini adalah aterosklerosis, pada aterosklerosis terjadi plak lemak dan jaringan serat sehingga menyempitkan bagian dalam arteri jantung. Penyebab lainnya adalah faktor keturunan, hipertensi, kegemukan, merokok, diabetes, stress, kurang olahraga dan kolesterol tinggi.
Gejala yang muncul pada penyakit jantung koroner ini adalah angina, yaitu ketidakcukupan aliran oksigen ke jantung. Perasaan sakit angina terjadi seperti: terbakar, tertekan, dan tekanan berat di dada kiri yang dapat meluas ke lengan kiri, leher, dagu dan bahu. Tanda yang khas saat penyerangan adalah timbulnya rasa mual, muntah, pusing, keringat dingin dan tungkai serta lengan menjadi dingin.

b.    Serangan Jantung.
Serangan jantung terjadi apabila salah satu arteri jantung tidak sanggup lagi mensuplai darah ke bagian otot jantung yang dialirinya. Apabila terjadi keterlambatan dalam pengobatan akan mengakibatkan kematian. Hampir separoh dari kematian mendadak karena serangan jantung terjadi sebelum pasein tiba di rumah sakit. Penyebab dari serangan jantung ini adalah karena pembentukan arterisklerosis (pengerasan arteri jantung) yang berakibat pada penurunan aliran darah. Faktor resikonya meliputi: faktor keturunan, tekanan darah tinggi, merokok, kolesterol tinggi, diabetes, kegemukan, kurang olahraga, pemakaian obat-obatan (terutama kokain), umur dan stres.
Gejala utama serangan jantung ini adalah rasa sakit seperti menusuk-nusuk dan bersifat persisten pada dada kiri, menyebar ke lengan, rahang, leher, dan bahu sampai 12 jam lamanya atau bahkan lebih. Tanda lain adalah perasaan seperti bingung (bodoh), lelah, mual, muntah, sesak napas, dingin di lengan dan tungkai, keringat dingin, cemas dan gelisah.

c.    Penyakit jantung hipertensi.
Kebanyakan dengan bertambahnya usia seseorang, maka tensi atau tekanan darahnya akan mengalami kenaikan. Berbagai penelitian telah dilakukan dan disimpulkan bahwa di Indonesia rata-rata hipertensi (kanaikan tekanan darah) berkisar 5 - 10% dan menjadi lebih dari 20% jika sudah memasuki usia 50 tahun keatas. Hipertensi sistolik pada mulanya dianggap suatu gangguan kecil, akan tetapi sekarang ini telah diakui sebagai pemegang peranan yang besar sebagai faktor resiko serangan jantung. Pada usia lanjut tekanan darah cenderung mengalami labilitas dan mudah mengalami hipotensi (tekanan darah rendah). Untuk itu dianjurkan selalu mengukur tekanan darah pada waktu periksa maupun saat kontrol pengobatan. Apabila tidak dilakukan kontrol rutin terhadap tekanan darah, akan memperbesar terjadinya penyakit jantung hipertensi.

C.   MASALAH SOSIAL PADA LANSIA
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.

D. MASALAH PSIKOLOGI PADA LANSIA

a.    Depresi
Gangguan depresi merupakan hal yang terpenting dalam problem lansia. Usia bukan merupakan faktor untuk menjadi depresi tetapi suatu keadaan penyakit medis kronis dan masalah-masalah yang dihadapi lansia yang membuat mereka depresi. Gejala depresi pada lansia dengan orang dewasa muda berbeda dimana pada lansia terdapat keluhan somatik.
Gejala depresi pada lansia, yaitu :
1.    Gejala utama :
•    Afek depresi
•    Kehilangan minat
•    Berkurangnya energi (mudah lelah)
2.    Gejala lain:
•    Konsentrasi dan perhatian berkurang
•    Kurang percaya diri
•    Sering merasa bersalah
•    Pesimis
•    Ide bunuh diri
•    Gangguan pada tidur
•    Gangguan nafsu makan
Berdasarkan gejala di atas, depresi pada lansia dapat dibedakan beberapa bentuk berdasarkan berat ringannya :
•    Depresi ringan : 2 gejala utama + 2 gejala lain+ aktivitas tidak terganggu.
•    Depresi sedang : 2 gejala utama + 3 gejala lain+ aktivitas agak terganggu.
•    Depresi berat : 3 gejala utama + 4 gejala lain+ aktivitas sangat terganggu.
Penyebab terjadinya depresi merupakan gabungan antara faktor-faktor psikologik, sosial dan biologik.
•    Biologik  : sel saraf yang rusak, faktor genetik, penyakit kronis seperti hipertensi, DM, stroke, 
      keterbatasan gerak, gangguan pendengaran / penglihatan.
•    Sosial      : kurang interaksi sosial, kemiskinan, kesedihan, kesepian, isolasi sosial.
•    Psikologis : kurang percaya diri, gaul, akrab, konflik yang tidak terselesai.

b.    Skizofrenia
Skizofrenia biasanya dimulai pada masa remaja akhir / dewasa muda dan menetap seumur hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia lambat dibanding pria. Perbedaan onset lambat dengan awal adalah adanya skizofrenia paranoid pada tipe onset lambat.
Paling sedikit 2 gejala berikut :
•    Halusinasi panca indera yang menetap
•    Arus pikir yang terputus
•    Perilaku katatonik
•    Gejala negatif
Katatonik
a.    Stupor katatonik yaitu aktivitas motorik yang melambat secara nyata, seringkali hingga mencapai suatu titik imobilitas dan tampak tak sadar akan sekitar.
b.    Atau mungkin mucul sebagai aktivitas motorik yang berlebihan (eksitasi katatonik), sebuah keadaan ekstrim yang mungkin berbahaya bagi pasien dan orang lain. Eksitasi katatonik adalah aktivitas motorik yang tak bertujuan dan teragitasi, tidak dipengaruhi oleh stimulus eksternal.
c.    Sebuah gejala penting dari katatonia adalah katalepsia, di mana postur tidak nyaman dan aneh dipertahankan melawan gravitasi atau gaya lainnya. Katalepsi merupakan istilah umum untuk posisi tidak bergerak yang dipertahankan secara konstan. Katatonia dan abnormalitas postur ditemukan pada skizofrenia katatonik
Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih. Terapi dapat diberikan obat anti psikotik seperti haloperidol, chlorpromazine, dengan pemberian dosis yang lebih kecil.

c.    Gangguan Delusi
Onset usia pada gangguan delusi adalah 40 – 55 tahun, tetapi dapat terjadi kapan saja.
Pencetus terjadinya gangguan delusi adalah :
•    Kematian pasangan
•    Isolasi sosial
•    Finansial yang tidak baik
•    Penyakit medis
•    Kecacatan
•    Gangguan pengelihatan / pendengaran
Pada gangguan delusi terdapat jenis lain yang onset lambat yang dikenal sebagai parafrenia yang timbul selama beberapa tahun dan tidak disertai demensia. Terapi yang dapat diberikan yaitu : psikoterapi yang dikombinasi dengan farmakoterapi.

d.    Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif konfulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, gangguan stres pasca traumatik. Tanda dan gejala fobia pada lansia kurang serius daripada dewasa muda, tetapi efeknya sama, jika tidak lebih, menimbulkan debilitasi pada pasien lanjut usia. Teori eksistensial menjelaskan kecemasan tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasi secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara kronis.
Kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang kematiannya. Orang mungkin menghadapi pikiran kematian dengan rasa putus asa dan kecemasan, bukan dengan ketenangan hati dan rasa integritas (“Erik Erikson”).
Gangguan stres lebih sering pada lansia terutama jenis stres pasca traumatik karena pada lansia akan mudah terbentuk suatu cacat fisik. Terapi dapat disesuaikan secara individu tergantung beratnya dan dapat diberikan obat anti anxietas seperti : hydroxyzine, Buspirone.

e.    Gangguan penggunaan Alkohol dan Zat lain
Riwayat minum / ketergantungan alkohol biasanya memberikan riwayat minum berlebihan yang dimulai pada masa remaja / dewasa. Mereka biasanya memiliki penyakit hati. Sejumlah besar lansia dengan riwayat penggunaan alkohol terdapat penyakit demensia yang kronis.
Presentasi klinis pada lansia termasuk terjatuh, konfusi, higienis pribadi yang buruk, malnutrisi dan efek pemaparan. Zat yang dijual bebas seperti kafein dan nikotin sering disalah gunakan. Di sini harus diperhatikan adanya gangguan gastrointestiral kronis pada lansia pengguna alkohol maupun tidak obat-obat sehingga tidak terjadi suatu penyakit medik.

f.    Gangguan Tidur
Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering berhubungan dengan peningkatan prevalensi gangguan tidur. Fenomena yang sering dikeluhkan lansia dari pada usia dewasa muda adalah :
•    Gangguan tidur
•    Ngantuk siang hari
•    Tidur sejenak di siang hari
•    Pemakaian obat hipnotik.
Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang berhubungan dengan tidur dan gangguan pergerakan akibat medikasi yang lebih tinggi dibanding dewasa muda. Disamping perubahan sistem regulasi dan fisiologis, penyebab gangguan tidur primer pada lansia adalah insomnia. Selain itu gangguan mental lain, kondisi medis umum, faktor sosial dan lingkungan. Ganguan tersering pada lansia pria adalah gangguan rapid eye movement (REM). Hal yang menyebabkan gangguan tidur juga termasuk adanya gejala nyeri, nokturia, sesak napas, nyeri perut.
Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Perburukan yang terjadi adalah perubahan waktu dan konsolidasi yang menyebabkan gangguan pada kualitas tidur pada lansia.
Terapi dapat diberikan obat hipnotik sedatif dengan dosis yang sesuai dengan kondisi masing-masing lansia dengan tidak lupa untuk memantau adanya gejala fungsi kognitif, perilaku, psikomotor, gangguan daya ingat, insomnia rebound dan gaya jalan.